"Sebuah Konsorsium Para Filsuf Amatir"

Kamis, 25 Januari 2018

PERADABAN BATU


Foto Ach Dhofir Zuhry.
Tersebut dalam ilmu geologi bahwa batu (tunggal) dan batuan (jamak) adalah benda padat yang terbuat secara alami dari mineral atau mineraloid. Malah, lapisan luar planet bumi ini, litosfer, pun terbuat dari batuan. Batuan—berdasarkan riset para pakar batu alias petralog—lazimnya ada tiga jenis, yakni: beku, sedimen, dan metamorf. Penelitian ilmiah batuan disebut petrologi, dan petrologi, Anda tahu, merupakan komponen penting dari geologi.
Belum cukup, selain lingkungan alami kita memang dikepung batu-batu, akrab dengan batuan, lingkungan buatan manusia juga sangat bergantung dan berhutang budi pada batu. Sedemikian dekat dan menyatu-membatu peradaban manusia, sampai-sampai batu dijadikan personifikasi bagi siapapun yang keras kepala: kepala batu, keras hati: hatinya membatu, berprinsip: pendiriannya seteguh batu karang.

Nah, dalam arsitektur, batuan biasanya digunakan sebagai pondasi bangunan. Batuan juga dipakai untuk memperindah fasade bangunan dengan memberikan warna dan tekstur unik dari batu alam. Terbukti, arca-arca dan patung terbuat dari batu, begitu pula candi, bahkan sudut ka'bah bernama hajar aswad adalah batu. Adakah peradaban modern yang mengalahkan pesona batu bernama Borobudur, Piramida, patung Sphinx agung Giza, Petra, dan lain sebagainya?
Bahkan, dunia medis yang sok modern tak mau kalah, sampai-sampai terdapat jenis penyakit bernama dasar batu: kencing batu, kencing koral, krikil dan pasir (anak batu). Belum lagi dalam dunia tambang dan dunia lain, terdapat batu bara, batu bata, batu rajah, batu pualam dan batu-batu tak bernama lainnya.
Oleh karena hidup ini dikelilingi oleh batu-batu: koral, kerikil, andesit, granit, batu-batu mulia, akik, zamrud dan ruby. Dan, ada jenis batu yang namanya telah mengalami peyorasi di satu sisi dan generalisasi di sisi lain. Batu itu bernama konglomerat—makanya banyak konglomerat berkepala batu. Ada pula jenis giok atau jade, yakni batu "permata hijau" yang di dalamnya terdiri dari banyak unsur mineral positif dan kaprahnya digunakan oleh bangsa Timur selama beribu-ribu tahun sebagai bahagian dari pengobatan klasik. Saat ini, batu giok banyak berasal dari Tibet, Tiongkok dan Myanmar, tentu saja sebagai komoditas ekspor. Giok juga dipercaya berkhasiat membuat ketenangan, kegembiraan, kesehatan, keselamatan dan keberkahan.
Sejak ribuan tahun silam, giok tak hanya dikenal sebagai asesoris dan perhiasan oleh peradaban manusia, akan tetapi juga sebagai "batu penyelamat dan bertuah" oleh bangsa-bangsa Asia Timur, Afrika dan Amerika Latin, khususnya suku Maya dan Inca di Peru lantaran memiliki energi alam murni, seperti kalsium, magnesium dan potasium. Energi giok adalah energi metafisika yang diolah dan disempurnakan dari energi murni (chi) untuk meningkatkan sirkulasi darah, anti penuaan dini, meningkatkan kekebalan tubuh dan menghilangkan keletihan dengan terapi batu.
Karena anugerah berupa kekuatan dan tuah alami itu, pantaslah kalau leluhur dan nenek-moyang kita bangsa-bangsa di Nusantara dari dahulu hingga sekarang, baik agama Kapitayan, Animisme, Dinamisme, dan 220 kepercayaan lokal lainnya menyembah dan menghormati batu-batu.
Belum lagi batu permata, yang sampai Kiamatpun akan tetap diburu bangsa jin dan manusia. Batu permata adalah mineral alami yang dibentuk dari proses geologi yang sangat panjang, unsurnya terdiri dari satu sampai sekian komponen kimiawi dan mempunyai harga jual tinggi, serta diminati oleh para kolektor, kurator dan pialang. Hanya dengan sedikit pemolesan, jadilah ia perhiasan, meskipun tetap saja batu.
Di dunia ini tidak semua tempat menghasilkan permata. Sebuah batu disebut permata apabila memenuhi beberapa syarat (begitu pula kita bangsa manusia), antara lain memiliki ketahanan, keindahan dan kelangkaan. Di Indonesia ada banyak daerah yang menghasilkan ragam batu permata populer, antara lain Aceh dan Padang yang terkenal dengan jenis batu Idocrase, Banten dengan batu Kalimaya-nya, Lampung dengan batu jenis-jenis Anggur yang menawan dan jenis Cempaka, serta pulau Borneo dengan Kecubung (Amethys) dan Intan (berlian) tentu saja.
Batu permata memiliki nama dari A sampai Z yang diklasifikasi menurut kekerasannya (dikenal dengan skala Mohs dari 1 sampai 10). Permata yang paling diminati di dunia adalah yang berkristal, seperti Berlian, Zamrud, Ruby dan Safir, batu-batu akik jenis anggur seperti Biru Langit, Bungur atau Kecubung yang berasal dari Tanjung Bintang, Lampung yang hingga kini banyak diburu oleh para kolektor karena kualitas kristalnya. Apakah manusia (yang seumpama batu) perlu mengalami kristalisasi ilmu, iman dan moral untuk menjadi permata?
Yang agak mengejutkan, tahun 2015 lalu, peradaban batu umat manusia yang masih gila-gilaan dalam menyembah dan "menghargai" batu, sangat tidak rasional. Bayangkan saja, sebuah batu berwarna merah darah merpati dijual seharga GBP 19,3 juta (Rp 397 miliar lebih)! Ya, harga tak masuk akal itu berhasil muncul di rumah lelang Sotheby's yang berada di Jenewa, Swiss. Batu bernama Sunrise Ruby tersebut punya harga tiga kali lebih mahal dari pada batu permata pemecah rekor sebelumnya. Dengan kadar 25,59 karat, Sunrise Ruby rupanya masuk sebagai batu permata paling langka di dunia. Pertanyaannya, apakah setiap mau belanja (tanpa terkecuali belanja batu) harus masuk akal? Tidak, kalau mau belanja Anda harus masuk toko, minimal toko online! Rasional atau tidak, itu hukum pasar—demand and reduction. Tunggu tulisan saya berikutnya tentang pasar dan Tuhan!
Belakangan, setelah industrialisasi modern merambah sampai ke dapur dan tempat ibadah kita, kepercayaan pada batu-batu turut merasakan dampaknya, yakni berupa rasionalisasi dari batu koral menjadi batu baterai, dari batuan andesit berupa arca dan candi bergeser menjadi generator, accu, dan baterei-baterai litium pada telepon genggam, android, tablet dan peralatan rumah tangga canggih lainnya, seperti jam dinding, remote control, mainan anak, dll. Tak ketinggalan, mobil dan motor listrik pun menggunakan jasa batu baterai. Well, kita tak bisa beranjak dari batu. Bahkan, jika tak ada air, cebok (istinja') boleh dengan batu. Dan, ini sunnah Nabi Saw!
Kini kita hidup di era batu baterai. Baterai listrik, Anda tahu, adalah perangkat yang terdiri dari 2 atau lebih sel elektrokimia yang mengubah energi kimia yang tersimpan menjadi energi listrik. Tiap sel memiliki kutub positif (katoda) dan kutub negatif (anoda). Dulunya, bernama yin dan yang. Kutub bersimbol positif menandakan bahwa ia memiliki energi potensial yang lebih tinggi dari pada kutub negatif. Kutub negatif adalah sumber elektron yang apabila disambungkan dengan rangkaian eksternal akan mengalir dan memberikan energi ke peralatan eksternal. Demikian kinerjanya.
Ketika baterai dihubungkan dengan rangkaian eksternal, elektrolit dapat berpindah sebagai ion di dalamnya, sehingga, terjadilah reaksi kimia pada kedua kutubnya. Perpindahan ion dalam baterai akan mengalirkan arus listrik keluar sehingga menghasilkan kerja atau daya. Pendek kata, baterai punya kekuatan. Yang itu artinya, peradaban manusia, dari waktu ke waktu, masih peradaban batu. Pantaslah, jika di beberapa tempat/daerah masih menggunakan nama batu, misal: kota Batu, Batulayang, Batulicin, Baturaja, dll.
Tetapi kemudian, yang memilukan dan juga memalukan, ketika dukun cilik Ponari muncul dengan "batu bertuahnya" di tengah meroketnya biaya kesehatan dan melangitnya ongkos pengobatan modern via rumah sakit, malah Ponari dan dukun-dukun sejenis dilarang dan dibarikade kiprahnya dengan fatwa haram/syirik MUI (Majelis Ulama Indonesia), ancaman eksploitasi anak dari KPI (Komisi Perlindungan Anak).
Ironis memang, dunia medis modern akan mengalami kerancuan filosofi dan mendapati kekacauan jatidiri apabila Ponari dan sebangsanya terus eksis. Bayangkan saja, 30-40 ribu pasien antri setiap hari untuk berobat ke Ponari, bahkan dari negeri-negeri jiran, seperti Malaysia, Brunei, Singapura dan bahkan Tiongkok. Bandingkan, misalnya, dengan dokter spesialis, berapa gelintir pasien yang antri setiap harinya? Kalau Ponari-Ponari terus dibiarkan bermunculan dan malah dilegalisir dan disertifikasi oleh Negara, bisa dipastikan fakultas kedokteran, sekolah tinggi kesehatan, rumah sakit dan klinik-klinik akan gulung tikar dan tutup. Saya sendiri, secara pribadi, kalau gagal menjadi filosof (karena memang buku-buku filsafat saya kurang laku), akan siap-siap banting setir menjadi dukun! Hingga saat ini saya serius mempelajari buku-kitab perdukunan.
Padahal, Anda tahu, fungsi fakultas kedokteran hanya untuk memastikan bahwa Anda miskin dan tidak bisa sekolah, fungsi rumah sakit adalah untuk menegaskan bahwa Anda sakit dan tidak kuat bayar, sementara itu tugas dokter dan paramedis semata untuk menakut-nakuti Anda dengan penyakit-penyakit aneh yang berasal dari planet Venus.
Berdasar prinsip itu, modernisasi harus menang melawan tradisionalisme, klinik harus mengalahkan klenik, Ponari dan dukun-dukun batu lainnya harus dicap syirik, padahal, jika Anda percaya pada pilnya dokter dan obat-obat modern, Anda jauh lebih syirik dari pada mereka yang berobat ke dukun. Apa sebab? Bukankah kesembuhan itu hanya milik Tuhan sang Maha Penyembuh. Dan Tuhan berhak untuk menyembuhkan para hambanya melalui batu atau debu, melalui air, jimat, suwuk, susuk atau rajah-rajah lainnya. Lantas, "sebatu" apakah kepala dan dada manusia supra-modern ini?

Popular Posts

Blogroll

Blogger templates

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInEmail

Info

Lorem ipsum no has veniam elaboraret constituam, ne nibh posidonium vel.

Cari Blog Ini

Find Us On Facebook

Featured Video

Featured Video

About

   
WhatsApp Dp

Pages - Menu

Popular Posts