Bertauhid: Pentingkah?
Bertauhid:
Pentingkah?[1]
..Kalau-kalau yang disembah
ombak dalam sembahyang batu karang
adalah ziarah warna langit menyelami
biru laut, maka berteriaklah pada purnama!
Agar syahadat diembunkan langit
dalam rekaat fajar yang
tak pernah berpamit..! (ADZ)
ombak dalam sembahyang batu karang
adalah ziarah warna langit menyelami
biru laut, maka berteriaklah pada purnama!
Agar syahadat diembunkan langit
dalam rekaat fajar yang
tak pernah berpamit..! (ADZ)
A. Pada Awalnya..
Percumbuan
ilmu kalam kian lekat di bibir para teolog muslim pada abad ke-2 H, ‘melewati’
beberapa kepala para mutakallimin, ia pun tak bisa dibendung, bertransformasi
menjadi mazhab. Keabsolutan Tuhan mulai ramai ditanyakan, segala argumen
pembenaran dilontarkan, dialektika dengan logika pun, tak ayal, berkembang kian
pesat. Ditambah lagi dengan formalisasi pengkajian dan penerjemahan karya
filsafat Yunani, Persia dan India[3]
mendapat restu dari khalifah al-Makmun (w. 218 H); Yuhana ibn Masawayah,
sebagai pimpinan lembaga kajian Bait al-Hikmah; dan Hunain ibn Ishaq, seorang
Nestorian, yang dikenal sebagai penerjemah besar dalam sejarah Islam.
Tapi,
apa korelasi antara ilmu kalam dengan ilmu tauhid? Jawabannya, sama. Ilmu
tauhid adalah nama lain dari ilmu kalam.[4] Dari sinilah kita bertolak menuju bianglala
pemikiran dan—sekaligus—belajar menggembalakan akal demi teguhnya iman!