"Sebuah Konsorsium Para Filsuf Amatir"

Selasa, 19 September 2017

Kerja yang Tereksploitasi

Oleh: Heri Zanqy.
12642848_216648568680842_6405384899231946745_n

Mula-mula kita bertanya mengapa manusia harus bekerja, sedangkan binatang tidak? Padahal keduanya sama-sama bisa bertahan hidup. Seharusnya jika binatang dapat hidup tanpa bekerja maka manusia juga bisa hidup tanpa bekerja. Tetapi persoalannya tidak se-angel itu , pemikir dibawah inilah yang mempunyai angle yang berbeda dan lebih mendasar dan substansial. Alam sendiri belum sesuai dengan kebutuhan manusia dengan kata lain tidak sesuai dengan hakikat manusia. Maka manusia harus mengolah alam supaya bisa menjadi hidangan siap saji kemudian dinikmati, dikenakan, dan didiami yang dimana alam tidak menyediakan produk jadi.
 Dengan begitu bekerja merupakan hakikat manusia. Rekam jejak kehidupan telah membuktikan bahwa dari era primitif hingga pasca modern tak satupun manusia dapat bertahan hidup tanpa bekerja. Bekerja tidak hanya persoalan perut dan kepentingan biologis. Jauh dari pada itu bekerja merupakan upaya objektifasi kenyataan manusia itu sendiri. Namun dalam perkembangan modern dan era kapitalis ini, kerja sudah tidak lagi berfungsi sebagai objektifikasi manusia akan dirinya. Justru kerja dieksploitasi oleh kaum pemodal untuk menambah pundi-pundi kekayaannya. Sehingga kerja secara esensial tercerabut dari diri manusia.
Adalah Karl Marx yang memberi perhatiannya dan pemikirannya secara lebih untuk memantik kesadaran kaum buruh dan untuk menguak kebusukan para kapitalis sehingga menyebabkan kerja kaum buruh terekploitasi jauh dari pada itu manusia tercerai dari dirinya sendiri. Tulisan singkat ini akan mengulas bagaimana kerja yang terekploitasi dalam perspektif Karl Marx.
          Tibanya di Paris Marx berjumpa dengan Proudhon dan para sosialis lainnya. Dia menemukan posisinya yang sangat tepat: dari seorang liberal radikal ia menjadi seorang sosialis. Gambaran awal perkembangan pemikirannya adalah emansipasi manusia seutuhnya akan dilaksanakan oleh proletariat. Berkat ranggsangan teori yang dipersembahkan oleh Friedrich Engels. Dia mulai mempelajari secara sistematis perkembangan-perkembangan ekonomi (ekonomi politik). Hasil komtemplasinya terkemas dalam  Naskah-Naskah Ekonomi-Falsafi, yang lebih dikenal dengan Naskah-Naskah Paris.[1] Naskah-Naskah ini merupakan peta pemikiran Marx oleh karena itu dianggap sangat berharga. Perhatiannya dari bidang politik bergeser ke bidang ekonomi. Menurutnya keterasingan manusia dari kesosialannya berasal dari pekerjaan yang berbasis sistem ekonomi kapitalis. Keterasingan dari pekerjaan merupakan menu utama pemikirannya di dalam Naskah-Naskah itu.
Dasar-dasar ekonomi menurut Marx dalam Das Kapital-nya tepatnya dijilid II ada 4. Produksi, Pertukaran, Distribusi dan Konsumsi. Produksi berkaitan dengan bagaimana dan dimana barang itu dibuat. Kemudian pertukartan yang dimana transaksi ini dilakukan oleh pihak-pihak yang saling membutuhkan acap kali disebut barter. Selanjutnya Distribusi, pertukaran yang tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan semata tetapi diproduksi secara Kapital dan ditumpuk untuk dijadikan modal yang begitu besar. Yang terakhir adalah konsumsi. Lalu apakah hubungannya dengan keterasingan dalam kerja? Ini merupakan stimulasi untuk memahami teori nilai.
            Pada awalnya Marx memposisikan bagaimana barang itu dikatakan bernilai. Menurut para pemikir sebelumnya menilai bahwa suatu barang dapat dikatan berharga jika dipertukarkan, tetapi mempunyai sudut pandang yang berbeda dan jauh lebih rigid bahwasanya suatu barang itu dapat dikatakan berharga tidak cuma dengan dipertukarkan tetapi ada unsur proses kerja yang menubuh (embodied lobor) didalam proses produksi. Sehingga nilai tersebut bukan cuma ditinjau dari barangnya tetapi juga dari tinjau dari unsur kerja.
Kemudian apa hubungan antara proses kerja didalam sebuah barang dengan keterasingan dalam kerja? Marx menjawab hal tersebut karena hakikat manusia adalah bekerja. Bekerja untuk hidup, disini kemudian manusia berbeda dengan hewan. Dimana hewan bisa bertahan hidup langsung dari alam berbeda konteksnya dengan manusia yang makan harus berburu dulu kalau kita berkaca pada zaman purba dan untuk pakaiannya harus mengambil dari kulit hewan atau dedaunan yang itu perlu proses yang tidak instan.
Dalam kutipan ini Marx memperlihatkan kekhasan manusia dalam bekerja yang berbeda dengan kegiatan binatang. Binatang hanya bekerja dibawah desakan naluri, dalam pengertian lain hanya sebatas kebutuhan. Tapi manusia bekerja secara bebas dan universal. Dan manusia mempunyai kecenderungan estetik dalam berkarya dan ini juga yang menjadikan beda begitu besar dengan binatang  yang karyanya statis, seperti contoh burung membuat membuat sarang dari dulu hingga sekarang dengan bentuk yang sama. Dengan demikian pekerjaanlah yang membedakan manusia dari binatang dan menunjukan hakikatnya yang bebas dan universal. karena menurut Marx pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar yang menjadikan dirinya menjadi nyata.
Dalam memahami teori Marx tentang masyarakat tentunya kita tidak boleh melupakan teorinya dibidang ekonomi. Teori ekonominya berdasarkan pada tenaga pekerja yang dieksploitasi yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa kaum ber-uang hidup dari tenaga orang yang tidak berpunya.[2] Dalam teori nilai lebih ini jelas bahwa kaum be-ruang menggalakan ekploitasi besar-besaran dalam jam kerja buruh.
Seperti contoh kasus kakek tua yang bekerja di sebuah pabrik rokok. Ia bekerja paruh waktu karena usianya yang tidak mendukung. Kehebatan kakek tua ini dengan skill melintingnya bisa menghasilkan 1000 linting dalam waktu 1 jam.  Lumrahnya dikerjakan 2 jam oleh karyawan-karyawan muda lainnya. Tetapi tragisnya gaji seorang kakek tua itu sama dengan gaji karyawan lainnya sebanyak 2 juta. Letak munculnya teori nilai lebih adalah ketika  kalkulasi hasil kerja si tua  dalam paruh waktu bisa mendapatkan 2 juta sedangkan ia harus menunggu hingga satu bulan untuk mendapatkan hasil tidak berbeda. Yang membuat jantung kakek kadang-kadang berhenti ketika ia tidak bisa menikmati hasil kerjanya, beliau seakan-akan terpisah dari dirinya karena berpisah dengan kreasinya dan akan berjumpa kembali jika ia membelinya. Dalam celetukannya “masa saya harus membeli karyaku sendiri, kerja appa ini”.lalu si kakek mempunyai insiatif untuk membawa pulang sebagian karya lintingnya. Pada saat ia memasukkan segenggam lintingan rokok ke sakunya pada saat itu juga kegiatan hipokritnya tersorot oleh kamera CCTV dan tidak lama dari kejadian itu si kakek renta yang berinisial A.M sudah berada dibalik jeruji besi. Ini merupakan salah satu dampak dari sistem kapitalis yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
            Jadi, kerja yang diekploitasi oleh kaum kapitalis berawal dari nilai lebih yang dirauk secara kapital. Menjadikan  sebab manusia terasing dari hakikat dirinya, karyanya, skillnya, dan orang lain. Tidak cukup disitu , kaum kapitalis sudah memikirkan dan menyiapkan trobosan baru untuk menghalau terjadinya pembrontakan para buruh karena yang paling ditakutkan oleh kapitalis adalah bersatunya kaum buruh. Karena kaum buruhlah yang bisa mengubah sistem kapitalis menjadi sistem sosialis. Dengan memanfaatkan kontradiksi yang ada di dalam tubuh kapitalis yaitu “kelas bawah ingin gaji dengan waktu kerja yang singkat, kemudian kelas atas ingin memberikan gaji serendah-rendahnya dengan durasi waktu kerja yang apanjang”. Buruh merasa haknya dirampas oleh kapitalis.
Salah satu terobosannya  yaitu dengan kontrak kerja yang dimana isinya cendrung menguntungkan pemilik perusahaan dan memiliki payung hukum dari negara. Secara tidak langsung Negara ikut andil menindas kaum proletar. Kemudian menjadikan masyarakat butuh akan bekrja pada pabrik karena tidak ada pilihan lain untuk bekerja. Ini terjadi tidak kebetulan tentunya ada faktor penyebab terjadinya tidak ada pilihan ini tidak lain adalah karena akumulasi modal secara kapital oleh para kapitalis yang menjadi dasar perbedaan pada kelas sosial. Para kapitalis disini lalu memanfaatkan kebutuhan para buruh tersebut untuk menekan upah dengan serendah-rendahnya.
Permainannya sangat halus untuk menghilangkan asumsi bahwa para kapitalis itu buruk dengan cara diadakan dialok kepada para buruh, bantuan-bantuan sosial, program beasiswa, harus dapat perhatian secara lebih oleh mahasiwa adalah ketika ada perusahaan sosialisasi kepada kampus-kampus itu tidak lain adalah dalam rangka promosi perusahaan untuk menarik pekerja untuk memperkuat nahkoda perusahaannya. Apalagi sekarang sudah banyak kampus yang bekrja sama dengan perusahaan. Dimana pada saat magang yang merupakan tugas wajib dari kampus, jelas menguntungkan perusahaan karena mendapatkan tenaga kerja secara geratis. pada endingnya mahasiswa ditawarkan kerja diperusahaan itu setelah ia lulus kuliah dengan penawaran yang menggoda dan menggiurkan. sungguh permainan yang cantik.
Persoalan yang paling pelik sebelum menutup wacana ini adalah hampir dapat dipastikan mayoritas parah buruh dan mahasiswa sekalipun  tidak mengerti apa kapitalis itu. Dan kapitalis sudah menubuh ke relung paling dalam sampai kepada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.  Jauh dari pada itu mereka tidak merasa tertindas sedikitpun dengan permainan para kapitalis yang begitu cantik dan mulus.
*tulisan ini adalah refleksi dari kegiatan rutin Karl Marx.



[1] Frans Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx, hal. 87-88
[2] Nur Sayyid Santoso Kristeva, Negara Revolusi Marxis dan Proletariat, hal.90-92

Popular Posts

Blogroll

Blogger templates

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInEmail

Info

Lorem ipsum no has veniam elaboraret constituam, ne nibh posidonium vel.

Cari Blog Ini

Find Us On Facebook

Featured Video

Featured Video

About

   
WhatsApp Dp

Pages - Menu

Popular Posts